Jumat, 29 Januari 2016

RUMAH GADANG

RUMAH ADAT PROVINSI SUMATERA BARAT
( RUMAH GADANG )

Rumah Gadang adalah rumah tradisional dari suku minangkabau. Menurut bentuknya, rumah adat ini disebut rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, tergantung pada jumlah lanjarnya ( ruas dari depan ke belakang ). Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Biasanya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.
Fungsi dari Rumah Gadang
Rumah Gadang kaya dengan makna yang merupakan gambaran umum dari kehidupan masyarakat minangkabau secara keseluruhan.
Dalam kehidupan sehari-hari, rumah gadang memiliki fungsi-fungsi tersendiri, fungsi tersebut adalah:

1.Fungsi Adat
Sebuah rumah gadang, merupakan rumah utama yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat minangkabau yang diikat oleh suatu suku tertentu. Sebagai rumah utama, rumah gadang merupakan tempat untuk melangsungkan acara-acara adat dan acara-acara penting lain dari suku yang bersangkutan.

2.Fungsi Keseharian 
Rumah gadang merupakan wadah yang menampung kegiatan sehari-hari dari penghuninya. Rumah gadang adalah rumah yang dihuni oleh sebuah keluarga besar dengan segala aktifitas mereka setiap harinya.
Pembagian ruang didalam rumah gadang adalah:
  • Publik, yaitu ruang tamu atau ruang bersama yang merupakan sebuah ruangan lepas tanpa adanya pembatas apapun.
  • Semi Privat, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan kamar tidur serta anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-ujung rumah gadang yang dapat kita temukan pada beberapa jenis rumah gadang.
  • Privat, yaitu kamar-kamar tidur yang terdapat di dalam rumah gadang yang dahulunya berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki oleh sipemilik rumah.
  • Servis, yaitu dapur yang pada dahulunya merupakan dapur tradisional yang masih menggunkan kayu sebagai bahan bakarnya .

Rangkiang

Rangkiang merupakan suatu bangunan yang terdapat dihalaman sebuah rumah gadang yang berbentuk bujur sangkar dan diberi atap ijuk bergonjong yang berfungsi sebagai lumbung tempat penyimpanan padi yang didirikan di depan rumah gadang.
Menurut A.A. Navis (1984) terdapat beberapa jenis rangkiang pada suatu rumah gadang, diantaranya yaitu:

o    Sitinjau lauik :: Rangkiang jenis ini merupakan rangkiang tempat penyimpanan padi yang akan dijual untuk membeli keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibuat atau dikerjakan sendiri.
o    Sibayau-bayau :: Rangkiang jenis ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi yang akan digunakan untuk keperluan sehari-hari.
o    Sitangguang lapa :: Merupakan jenis rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi yang akan dipergunakan sebagai cadangan pada masa paceklik tiba.
o    Rangkiang kaciak :: Rangkiang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi yang akan digunakan sebagai benih dan biaya pengerjaan penanaman sawah pada masa tanam berikutnya.
o    Tabuah larangan :: Merupakan sebuah bangunan berbentuk persegi panjang, beratap ijuk dan bergonjong untuk menempatkan bedug yang terbuat dari kayu panjang. Biasa digunakan sebagai alat untuk memberikan tanda pada saat bahaya atau pemberitahuan pada saat ada suatu acara.
Lasuang dan alu.
Merupakan alat kelengkapan suatu rumah gadang yang biasa digunakan sebagai alat untuk menumbuk padi.
Dapur 
Daerah servis pada rumah gadang yang biasanya juga merupakan bagian dari rumah, tetapi pada sebagian rumah gadang dapur biasanya terpisah dari rumah gadang.

b. Elemen-elemen bangunan yang terdapat pada suatu rumah gadang adalah:




•Tangga
tangga pada sebuah rumah gadang terbuat dari bahan material kayu dan biasanya diawali dengan sebuah batu alam yang datar, biasanya jumlah anak tangga ini berjumlah ganjil, seperti 5, 7 dan 9.

•Tiang
Ada berbagai nama dan jenis tiang pada suatu rumah, pemberian nama pada setiap tiang pada suatu rumah gadang tersebut disesuaikan dengan fungsi dan letaknya pada rumah gadang.

•Balok
Merupakan pengikat antara tiang dengan tiang pada suatu rumah gadang yang membujur pada bagian atas maupun pada bagian bawah tiang.

•Ruang
Ruang atau space pada suatu rumah gadang merupakan ruangan yang terbentuk oleh deretan tiang-tiang yang membujur didalam rumah gadang tersebut

•Bilik
Bilik merupakan daerah privat bagi penghuni suatu rumah gadang, bilik pada pangkal rumah gadang dihuni oleh orang tua dan anak-anak gadis yang belum menikah sedangkan bilik yang terdapat pada ujung rumah gadang dihuni oleh pasangan pengantin.

•Dinding
Dinding pada rumah gadang terbagi atas tiga bagian, yaitu dinding depan, dinding sasak, serta dinding samping. Secara umum dinding pada rumah gadang tersebut terbuat dari anyaman bambu yang diikat oleh papan-papan sebagai tulangannya.

•Atap
Atap sebuah rumah gadang biasanya terdiri dari ijuk, walaupun pada masa sekarang penggunaan bahan ijuk ini sudah marak diganti dengan penggunaan material seng.

•Gonjong
Gonjong merupakan ciri khas dari rumah tinggal tradisional masyarakat minangkabau, sehingga rumah tinggal masyarakat minangkabau ini juga dikenal dengan istilah rumah bagonjong.

Proses pembangunan rumah gadang :
- pertapakan
-perangkaan
-persungkupan
-persolekan

Prinsip dari pembangunan rumah gadang adalah menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat bangunan tersebut berada. Material utama yang digunakan pada bangunan rumah gadang merupakan material kayu yang banyak terdapat disekitar lokasi dimana bangunan tersebut akan didirikan. Serta memunculkan warna-warna alami dalam pemakaiannya.

Masyarakat minangkabau merupakan masyarakat yang hidup secara komunal atau berkelompok, serta memiliki ikatan kekerabatan yang kuat. Hal ini tercermin dari terdapatnya open space atau ruang terbuka yang terdapat pada setiap kelompok atau group fasilitas hunian mereka (rumah gadang) yang merupakan wadah untuk tempat bersosialisasi bagi masyarakatnya.

Sebuah rumah gadang merupakan sebuah produk arsitektur yang muncul dan berkembang pada masyarakat minangkabau. Tidak ada bangunan lain yang terdapat di indonesia khususnya yang memiliki tipologi bangunan yang benar-benar identik dengan rumah gadang yang seperti terdapat pada rumah adat Sumatera Barat ini. Seperti halnya dalam penggunaan elemen atap, merupakan transformasi bentuk gonjong yang didesain bertingkat dan memiliki ratio tertentu dalam sudut dan ketinggiannya yang mana hal ini tidak akan ditemukan pada produk arsitektur daerah lain yang terdapat di indonesia.
















ARSITEKTUR RIAU

ARSITEKTUR RIAU

Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter.



 

   Permukiman Pulau Penyengat Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau

    Pola Ruang/Denah
Kedua rumah panggung Limasan di kedua kawasan ini memang masih dipertahankan oleh pemiliknya. Dengan tinggi panggung 1,50-2 meter, dibuat panggung sebagai ciri khas rumah didaerah Penyengat. Material rumah banyak didominasi oleh bahan kayu dengan atap dari seng. Tangga depan berada persis ditengah rumah seolah membelah rumah menjadi 2 bagian.






Adapun lebih lengkapnya akan dijelaska sebagai berikut
  Bagian-bagian Rumah Belah Bubung
Pada rumah belah bubung terdiri atas 3 (tiga) bagian, yakni selasar, rumah induk dan penanggah.
a.      Selasar
Pada umumnya selasar terdapat tiga mcam, yakni Selasar Luar, Selasar Jatuh dan Selasar Dalam. Selasar merupakan tempat anak-anak bermain, meletakan alat pertanian dan tempat menerima tamu.

b.      Rumah Induk
Rumah Induk terbagi ke dalam tiga bagian yakni ruangan muka, ruangan tengah, dan ruang dalam.
         Ruangan muka.
Pada ruangan ini menjadi tempat kaum ibu, serta tempat tidur keluarga perempuan dan anak-anak yang belum berusia 7 tahun.
         Ruangan tengah.
Ruangan ini menjadi tempat tidur laki-laki yang sudah berumur 7 tahun.
         Ruang dalam.
Ruang ini merupakan tempat tidur orang tua perempuan dan anak perempuan yang telah dewasa.

            c.       Penanggah
Yang dimaksud ruang penanggah adalah ruang Telo dan ruang dapur. Ruang telo berfungsi menghubungkan rumah induk dengan dapur.



        Ornamentasi / Ragam Hias
Corak atau ornamen yang digunakan pada rumah adat ini bersumber dari alam, yakni flora dan fauna. Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada hal-hal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan.

Secara umum corak-corak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.      Flora
Hiasan yang menstilasi tumbuh-tumbuhan banyak digunakan. secara umum, penggunaan stilisasi tumbuh-tumbuhan dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok, yaitu : kelompok kaluk pakis, kelompok bunga-bungaan dan kelompok pucuk rebung.
         Kelompok keluk pakis memiliki dua motif utama, yaitu motif daun-daunan dan motif akar-akaran. Hiasan berbentuk daun meliputi motif daun susun, daun tunggal dan daun bersangit. Sedangkan hiasan berbentuk akar-akaran meliputi motif akar pakis, akar rotan, dan akar tunjang.



         Kelompok bunga-bungaan meliputi stilisasi bunga Kundur, bunga Melati, bunga mangga, bunga cengkeh, bunga melur, bunga cina dan bunga hutan.



         Kelompok pucuk rebung meliputi pucuk rebung dan sulo lalang.


Adapun warna-warna yang sering digunakan sebagai pewarna motif tumhan adalah :
         Warna hijau digunakan untuk mewarnai motif daun
         Warna putih, kuning, merah atau cat emas digunakakan untuk mewarnai motif bunga
         Warna hiju dan biru digunakan untuk mewarnai motif tangkai.

a.      Fauna
Ukiran yang menggunakan bentuk hewan dalam rumah Belah Bubung sangat sedikit jumlahnya. Adapun hewan yang dipilih adalah hewan yang dianggap baik oleh masyarakat, misalnya semut beriring, itik sekawan dan lebah bergantung. Namun demikian penggambaran detail dari hewan-hewan tersebut tidak jelas.

Dinamakan motif semut beriring karena bentuknya dianggap seperti semut beriring. Corak semut dipakai walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriring karena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Dinamakan itik sekawan karena berjalan bergerombol. Dinamakan lebah bergantung karena bentuknya seperti lebah bergantung, dan digunakan karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Penggunaan warna ditentukan oleh selera yang punya rumah.






a.      Alam
Motif alam yang sering digunakan adalah motif bintang-bintang dan awan larat. Warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran bintang-bintang pada umumnya adalah warna putih, kunin dan keemasan. Sedangkan warna yang digunakan untuk mewarnai awan larat adalah warna hijau, biru, merah, kuning dan putih.
  



a.      Kaligrafi dan Kalimah
Motif kaligrafi atau kalimah merupakan ukiran yang berasal dari ayat-ayat al-Quran merupakan bentuk ukiran yang merefleksikan kepercayaan atau agama masyarakat Kepulauan Riau, yaitu Islam. Warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran kaligrap atau kalimah adalah warna Putih, biru, hijau, kuning, keemasan atau perak.

b.      Motif Lain
Hiasan lain yang biasa digunakan adalah Selembayung yang diletakkan di puncak atap, Sayap Layang-Layang yang diletakan pada ujung kaki cucuran, Pinang-Pinang atau Gasing-Gasing, Papan Tebuk dan Balam Dua Selengek atau ukiran berbentuk burung Balam. Warna yang biasa digunakan adalah warna Putih sebagai tanda kesucian, warna merah sebagai tanda persaudaraan dan keberanian, warna kuning sebagai lambing kekuasaan, warna biru sebagai lambing kekuasaan di laut, warna hijau menlambangkan kesuburan dan kemakmuran, warna hitam melambangkan keperkasaan, warna keemasan sebagai lambang kekuasaan dan kejayaan.

Rumah bubung melayu ini biasanya dihiasi dengan ukiran-ukiran : Puncak atapnya dihiasi ukiran selembayung  dan  ujung cucuran atap dihiasi ukiran sayap layang-layang. Ukiran lebah bergantung menghiasi lesplank, akar paku mengisi bidang-bidang kosong, kisi-kisi dihiasi ukiran papan tebuk bermotif itik sekawan, bunga-bunga maupun ukiran larik.

 Konsep Simbolik
a.      Tata Ruang Rumah
Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan. Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti ruang-ruang pada Rumah Induk, dan ruang publik, seperti Selsar dan Penanggah, merupakan usaha untuk menanamkan dan manjaga nilai kesopanan, etika bermasyarakat.

b.      Ornamen
Penggunaan ragam hias berkaitan dengan beragam warnanya tidak saja mengandung nilai estetika (keindahan) tetapi juga nilai etis, moral, sosial dan religius. Ukiran Daun Bersusun melambangkan kasih sayang, ukiran Daun Bersanggit melambangkan kehidupan bermasyarakat, ukiran Akar Pakis melambangkan kehidupan keyakinan bahwa semuanya akan kembali pada yang Satu, ukiran Akar Rotan melambangkan kehidupan yang harus terus berkembang, dan ukiran Akar Tunjang melambangkan tempat berpijak. Ukiran berbentuk fauna melambangkan hidup bergotong royong, ketertiban umum dan sebagainya. Penggunaan ukiran dari ayat-ayat al-Quran tidak saja untuk hiasan tetapi juga sebagai azimat, yaitu agar terhindar dari gangguan makhluk halus dan sebagainya.
           
 Bahan Bangunan yang Digunakan
Bahan bangunan yang digunakan pada rumah adalah :

Tiang
Kayu Kulim, Kaling, Resak, Tembusu

Lantai
Papan kayu Meranti, Medang, dan Punak

Dinding
Kayu Punak, Meranti, Medang, Kulim

Dinding Dapur
Kulit kayu Meranti/Pelepah Kumbia/Bambu

Pintu
Kayu Surian, Punak, Tembusu

Atap
Susunan daun Nipah/duan Rumbia

Penyatu tiang-tiang kayu
Pasak dari Nibung

Pengikat atap rumah
Rotan




ARSITEKTUR RUMAH ACEH


ARSITEKTUR RUMAH ACEH


Rumah Aceh bersifat khas, dan dapat dibedakan tiga macam  yaitu  Rumoh Aceh, Rumoh Santeut, dan Rangkang. Rumoh Aceh, adalah rumah panggung, bertiang yang tingginya antara 2-3 meter. Rumoh Aceh biasanya terdiri atas tiga bagian, yaitu rumoh inong, seuramou, dan rambat, masing-masing dengan fungsi tertentu.   Rumoh Santeut, adalah rumah  panggung yang  lebih rendah dari rumoh Aceh, dengan tinggi tiang sekitar 0,5 – 1 meter dari tanah, tanpa ada perbedaan tinggi antara lantai rumoh inong dengan seuramou  dan rambat.    Rangkang, adalah rumah kecil yang sederhana, yang tingginya sama dengan  rumah santeut dan biasanya dipergunakan untuk tempat pertemuan dan tempat mengaji atau belajar membaca Al-Qur’an, atau sebagai pondok (asrama),  yaitu bagian dari dayah tempat tinggal  aneuk dayah (santri).

Adapun bagian-bagian sebuah Rumoh Aceh dan fungsinya adalah sbb:
1.    Rumoh Inong, yaitu rumah  induk yang disebut juga  rumoh tunggai, adalah bagian rumah yang letaknya di bagian tengah dan lebih tinggi setengah meter dari serambi depan dan serambi belakang. Rumoh inong itu terdiri atas jurei yang terletak di bagian Barat dan menjadi kamar tidur tuan rumah, dan anjong  yang terletak di bagian Timur dan menjadi kamar tidur bagi anak-anak perempuan
2.    Seuramou Keu (serambi depan), berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan tempat musyawarah. Disini disandarkan sebuah tangga yang biasanya berjumlah  9 atau 7 buah anak tangga. Serambi depan letaknya memanjang sepanjang rumah tanpa ada kamar-kamar. Tangga ditempatkan di bagian tengah rumah sehingga tamu dapat duduk di bagian kiri atau kanan serambi. Jadi serambi depan rumoh Aceh bersifat terbuka, sesuai dengan fungsinya antara lain tempat menerima tamu laki-laki, tempat mengaji dan tempat belajar anak laki-laki (sekaligus tempat tidur mereka), dan untuk keperluan umum..
3.    Seuramou Likot (serambi belakang), yang berfungsi sebagai tempat duduk tamu di  bagian belakang, dipakai juga sebagai gudang. Sebagaimana halnya seuramoe keu, ruangan belakang atau seuramoe likot tidak lagi dibagi menjadi ruangan-ruangn yang lebih kecil. Tetapi ada juga yang membangun seuramoe likot ini sedikit lebih besar dari seuramoe keu dengan cara menambahkan dua buah tiang pada bagian timurnya. Ruang tambahan itu disebut anjong, yang sekali gus berfungsi sebagai dapur.  Pada dinding depan di bawah bara bagian luar biasanya dibuat rak tempat meletakkan barang atau perkakas dapur, yang disebut sandeng(saneung)
4.    Rambat, gang antara dua kamar kiri dan kanan yaitu bagian rumah yang menghubungkan serambi depan dan  serambi belakang.
5.    Atap rumah. Kebanyakan atap rumah Aceh adalah atap dengan rabong atau tampong  satu, terletak di bagian atas ruangan tengah yang memanjang dari ujung kiri ke kanan, sedangkan cucuran atapnya berada di bagian depan dan belakang rumah. Atap rumah Aceh biasanya dibuat dari daun rumbia yang diikat dengan rotan yang telah dibelah kecil-kecil, ikatan tersebut namanya mata pijeut. Tulang atap terbuat dari batang bambu yang dibelah-belah. Atap itu tersusun rapat sehingga susunannya rapi dan tebal.
6.    Ciri lain dari rumoh Aceh ialah bahwa biasanya di setiap rumoh Aceh ada keupok padee (lumbung padi) danbalee (balai). Keupok biasanya  terletak di depan, di samping atau di belakang rumah, dan balee sebagai tempat beristirahat di waktu senggang biasanya didirikan di depan atau di samping rumah. Walaupun letaknya terpisah dari rumah, namun keduanya tidak dapat dipisahkan dengan cirri sebuah rumah Aceh.

            Tiang-tiang rumah Aceh biasanya berjumlah 16, 18, 22, dan 24 buah, dan paling banyak 40 buah, yang berjejer 4 baris, yaitu baris depan, baris tengah depan, baris tengah belakang, dan baris belakang, dengan  jarak masing-masing tiang 2,5 meter. Di antara tiang-tiang rumoh Aceh terdapat dua buah tiang yang disebut tameh raja  (tiang raja) dan tameh putrou  (tiang putri). Kedua tiang itu membatasi kamar tidur dan serambi. Pada bagian sebelah  Utara didirikan tiang raja dan di bagian sebelah Selatan didirikan tiang putri. Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.

            Rumah Aceh dibuat dari bahan kayu, dan keistimewaannya ialah bahwa rumah Aceh tidak mempergunakan paku, tetapi memakai tali pengikat (biasanya tali ijuk) sehingga mudah dibongkar apabila diperlukan. Untuk atap dipergunakan daun rumbia yang disusun memanjang sehingga bila ada cucuran air hujan dari atap  akan mengalir dari bagian tengah rumah (peurabong atau dhue) ke bagian kanan dan kiri rumah. Setiap rumah Aceh memiliki sungkup atap menurut lebar rumah apa yang dinamakan “tulak angen” berukir motif tradisonal, dan ada ruang menjorok keluar sebagai tempat menyimpan benda-benda/peralatan tradisonal.
            Adapun tanah untuk mendirikan rumah diutamakan yang terletak di pinggir jalan atau lorong (jurong) yang membujur Timur-Barat, karena kayu-kayu yang dibuat untuk konstruksi rumah letaknya harus menghadap kiblat. Jadi rumah Aceh letaknya selalu membujur Timur-Barat dan menghadap ke Utara atau ke Selatan.
            Rumah tradisional Aceh adalah rumah panggung yang disangga oleh tiang-tiang berbentuk bulat, yang terdiri dari bahan kayu yang cukup tahan usia, atap rumbia dan praktis tidak menggunakan paku. Rumah tradisional Aceh dalam ukuranyya disebut “reueng”. Ada rumah 3, 5, 7 dan 9 reung. Makan banyak reung makin besar bentuk bangunan. Reueng dimaksud adalah sela antara tiang ketiang. Tiang rumah Aceh bulat dari kayu keras dan jarak dari tiang ketiaang mencapai 4 meter.
Beberapa nama istilah peralatan rumah Aceh sebagai tempat tinggal yaitu :
No.
Indonesia
Aceh
No.
Indonesia
Aceh
1
Ambang Tangga/pintu
Ampeut
26
Atap
Buboung
2
Baji/pasak
Bajoe
27
Balok Lantai
Lhue
3
Balok
Gratan
28
Balok melintang
Bara Linteueng
4
Balok menembus bawah tiang rumah
Toi
29
Balok panjang melintasi tiang utama rumah
Bara Panyang
5
Balok panjang yang disorongkan pada tiang
Roe’
30
Balok Penghubung
Tuleung rueng
6
Balok sejajar melintang pada belebas
Indreung beuleubah
31
tembus cahaya pada atap atau dinding bagian atas
Ceureumeun
7
Cermin
Kaca
32
Bubungan
Tampoeng
8
Dudukan dinding
Neudue’ Binteuh
33
Dudukan belebas
Neudue’ Beuleubaih
9
Dinding
Binteuh
34
Dudukan kasau
Neudue’ Gaseue
10
Dudukan pintu
Neudue’Pintoe
35
Ganjal
Keunaleueng
11
Jendela
Tingkap
36
Kisi-kisi horizontal
Pupisang
12
Gantungan pada loteng rumah
Titi Mama
37
Kasau bambu penjepit belebas
Gaseue Gantung
13
Kasau dinding atap
Gaseue Inong
38
Kasau penopang
Gaseue Agam
14
Kasau sepanjang balok melintang
Gaseue Agung
39
Kalerai anyaman dari daun kelapa
Bleuet
15
Kisi-kisi
Eumpung Mirahpati
40
Gundukan tanah tempat alas tiang
Teunamba’
16
Tangga naik dari serambi keruang tengah
E’-Troen
41
Ornamen berbentuk petak catur
Tapa’ catoe
17
Palang Kasau
Geuguloeng; geunuloeng; Peungguloeng
42
Papan dinding luar pada induk Kasau yang dipasak
Peuneupi
18
Papan memanjang diatas kaca bingkai dinding
Keukindang
43
Papan penutup celah antara
Planan
19
para-para
Para
44
Pintu
Pintoe
20
Penekan belebas
Geuneunton Beuleubai
45
Sambungan tiang/balok lantai
Crue’ ; Ceuneurue’
21
Selasar
Seulasa
46
Tangga
Reunyeuen
22
Sumbat tiang
Tueb Gratan
47
Lantai
Aleue
23
Tangka angin
Tula’ Angeun
48
Terali
Jeureuja’
24
Ujung para-para yang menancap pada tiang
Puteung
49
Tiang penopang bubungan
Diri
25
Tiang tengah
Rang
50
Tiang
Tameuh
 



Ragam Hias (seni dekoratif ) Khas Aceh Sebagai Konsep Arsitektur

Kebudayaan Aceh sangat kaya dengan seni dekoratif atau ragam hias. Ragam hias ini dapat ditemukan pada hampir setiap Rumoh Aceh, Meunasah, dan bangunan tradisional Aceh lainnya. Umumnya fungsi utama dari motif ragam hias ini hanyalah sebagai hiasan semata-mata, kecuali motif bulan dan bintang yang menunjukkan simbol keislaman, motif awan berarak (awan meucanek) yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal (taloe meuputa) yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat dalam masyarakat Aceh. Beberapa motif ragam hias ini dikelompokkan dalam beberapa kelompok, yaitu:


§  Motif Keagamaan, dengan corak ukiran yang terinspirasi dari ayat-ayat Al-Quran.
§  Motif Flora, dengan corak ukiran stilirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Pada Rumoh Aceh, ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah.
§  Motif Fauna, dengan corak ukiran yang terinspirasi dari binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai, umumnya unggas. Karena perwujudan langsung makhluk hidup bertentangan dengan agama Islam, maka motif ini disamarkan.
§  Motif Alam, dengan corak ukiran yang terinspirasi dari alam, diantaranya adalah: langit dan awan, langit dan bulan, bintang dan laut.
§  Motif lainnya, seperti taloe meuputa, rantee, lidah, dan lain sebagainya.

Ada juga keunikan lainnya dari rumoh Aceh, yakni terletak pada atapnya. Tali hitam atau tali ijuk tersebut mempunyai kegunaan yang sangat berarti. Saat terjadi kebakaran misalnya yang rentan menyerang atap, maka pemilik rumah hanya perlu memotong tali tersebut. Sehingga, seluruh atap yang terhubungan atau terpusat pada tali hitam ini akan roboh dan bisa meminimalisir dampak dari musibah yang terjadi.
Jika arah rumoh Aceh menghadap kearah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah rubuh. Di samping itu, arah rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk kekamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat.