BJ Habibie
Ketika beliau pergi
haji akhir tahun 1982, mendapatkan pujian, “Habibie, dunia ini tidak tuli dan
buta. Bahwa, didunia ini terdapat ilmuwan muslim yang mengangkat nama Islam
dimata dunia dengan prestasi dan progresifitas.”
-Pengeran Sultan Abdul
Aziz (Saudi Arabia)-
Prof.
DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ
Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25
Juni 1936. putra Alwi Abdul Jalil Habibie
dan R.A Tuti Marini Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan
bersaudara. Ayahnya
yang berprofesi sebagai ahli pertanian berasal dari etnis Gorontalo dan memiliki keturunan Bugis, sedangkan ibunya beretnis Jawa. R.A. Tuti Marini
Puspowardojo adalah anak seorang spesialis mata di Yogya, dan ayahnya yang
bernama Puspowardjojo bertugas sebagai pemilik sekolah.
B.J. Habibie menikah dengan Hasri
Ainun Besari pada tanggal 12 Mei 1962, dan dikaruniai dua
orang putra, yaitu Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Sejak 3 September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan
jantung ketika menunaikan shalat Isya’. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A
Tuti Marini berdo'a kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi
hari-hari selanjutnya. Setelah beberapa hari dari kematian suaminya beliau
langsung memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu Habibie untuk pindah
ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya
.
Tetapi jauh dari kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A
Tuti Marini tidak merasa tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung
Pandang sekeluarga untuk transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan
kendaraannya. Selama menjadi mahasiswa di ITB Habibie memang banyak tertarik
dibidang aeromodeling atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.
Ia pernah bersekolah di SMAK Dago. Ia belajar
teknik mesin di Universitas
Indonesia Bandung (Sekarang Institut
Teknologi Bandung)
tahun 1954. Pada1955-1965 ia melanjutkan studi teknik
penerbangan,
spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen,Jerman Barat, menerima gelar diploma ingenieur pada 1960 dan gelar doktor ingenieur pada 1965 dengan predikatsumma cum laude.
Menjadi Mahasiswa di Jerman
Kebetulan pada suatu hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di
ITB. Laheru mengatakan ia akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J.
Habibie langsung menyatakan bahwasannya ia juga berniat, tetapi bagaimana bisa
memperoleh izin dan visa ? Laheru menjawab, sementara ini yang paling penting
adalah menghubungi kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau
langsung berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang. Waktu itu
beliau ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab fisika yang
termasuk jurusan aeronautika atau intruksi pesawat terbang. Selama di Jerman, beliau sudah
bertekad untuk sunguh-sungguh dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih
payah ibunya yang membiayai kuliah dan kehidupannya sehari-hari.
Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus
diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur,
semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang
lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja,
mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Memang tekad suci dan kuat,
serta tujuan belajar serta hidup yang suci menjadi dasar kesuksesan beliau
dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960 meraih gelar Diploma Ing.,
dengan nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata 9,5. Dengan gelar insinyur,
beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api
Jerman.Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar
untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya besar. Talbot
membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie mencoba
mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang ia
terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Sedangkan pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan nilai cumlaude dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule
Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang
pemecahan persoalan penstabilan konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi
oleh Perusahaan HFB (Hamburger Flugzeugbau) yang kini berubah menjadi MBB
(Messerschmitt Bolkow Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat diselesaikan oleh
Habibie dalam waktu enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut diabadikan
oleh berbagai pihak yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie.
Kegigihannya dalam mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program
penelitian maupun yang lainnya membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun
1974, beliau sudah diangkat menjadi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB.
Amanat tersebut merupakan jabatan tertinggi yang diduduki oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan
kejayaan bagi beliau, justru hal tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan
diri jika kelak berada di tanah air. Ketika itu Habibie
belum bisa kembali pulang ke Indonesia justru beliau diberi tugas untuk membina
kader-kader bangsa yang sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya,
kader-kader tersebut beliau berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui
prakarsa yang tidak mudah untuk meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30
orang Indonesia. Saat Habibie dipanggil untuk pulang ke Indonesia, 30 orang
tersebut bersama-sama beliau kembali ke tanah air guna menjalankan tugas yang
diberikan oleh presiden Suharto.
Pada 1974 di usia 38
tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat
pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan
teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie
masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden
dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai
benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat
Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia
diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus
merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan
berbagai jabatan lainnya.
Habibie mewarisi
kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus pada masa
orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir
seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie
segera membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas
pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional
dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga
membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era
pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh bagi
Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat,
perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.
Melalui penerapan UU
otonomi daerah inilah gejolak disintergrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru
berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan
mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.
Setelah ia turun dari
jabatannya sebagai presiden, ia lebih banyak tinggal di Jerman daripada di
Indonesia. Tetapi ketika era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, ia kembali
aktif sebagai penasehat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di
Indonesia lewat organisasi yang didirikannya Habibie Center.
Rasa cintanya yang besar
pada mendiang istrinya, Ainun dia tuangkan dalam bentuk buku. Dia menulis buku yang
berjudul Habibie & Ainun. Buku ini di buat untuk alm. istrinya. Buku
tersebut berisikan mengenai kisah cinta sang Profesor dengan istrinya.
Buku tersebut setebal 323
halaman itu, menceritakan mulai dari awal pertemuan Habibie dan Ainun, sampai
akhinya Ainun menghembuskan nafas terakhirnya karena komplikasi penyakit pada
22 Mei 2010. Habibie menghitung masa hidup bersama Ainun, sejak menikah pada 12
Mei 1962, selama 48 tahun 10 hari
PENDIDIKAN
·
S3: Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman
·
S2: Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman
·
S1: Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB)
KARIR
·
Presiden RI ke-3
·
Wapres RI ke-7
·
Menteri Riset dan Teknologi ke-1
·
Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB
·
Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang
MBB
·
Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial
dan militer di MBB
PENGHARGAAN
·
Edward Warner Award dan Award von Karman
·
Ganesha Praja Manggala Bhakti Kencana dari Institut Teknologi Bandung
SUMBER :
http://profil.merdeka.com/indonesia/b/baharuddin-jusuf-habibie/
http://muminatus.blog.com/jilbab-mahkota-wanita/
https://id.wikipedia.org/wiki/Bacharuddin_Jusuf_Habibie