Jumat, 29 Januari 2016

ARSITEKTUR RIAU

ARSITEKTUR RIAU

Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat mempengaruhi pola arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan dapat dilihat dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter sampai 2,40 meter.



 

   Permukiman Pulau Penyengat Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau

    Pola Ruang/Denah
Kedua rumah panggung Limasan di kedua kawasan ini memang masih dipertahankan oleh pemiliknya. Dengan tinggi panggung 1,50-2 meter, dibuat panggung sebagai ciri khas rumah didaerah Penyengat. Material rumah banyak didominasi oleh bahan kayu dengan atap dari seng. Tangga depan berada persis ditengah rumah seolah membelah rumah menjadi 2 bagian.






Adapun lebih lengkapnya akan dijelaska sebagai berikut
  Bagian-bagian Rumah Belah Bubung
Pada rumah belah bubung terdiri atas 3 (tiga) bagian, yakni selasar, rumah induk dan penanggah.
a.      Selasar
Pada umumnya selasar terdapat tiga mcam, yakni Selasar Luar, Selasar Jatuh dan Selasar Dalam. Selasar merupakan tempat anak-anak bermain, meletakan alat pertanian dan tempat menerima tamu.

b.      Rumah Induk
Rumah Induk terbagi ke dalam tiga bagian yakni ruangan muka, ruangan tengah, dan ruang dalam.
         Ruangan muka.
Pada ruangan ini menjadi tempat kaum ibu, serta tempat tidur keluarga perempuan dan anak-anak yang belum berusia 7 tahun.
         Ruangan tengah.
Ruangan ini menjadi tempat tidur laki-laki yang sudah berumur 7 tahun.
         Ruang dalam.
Ruang ini merupakan tempat tidur orang tua perempuan dan anak perempuan yang telah dewasa.

            c.       Penanggah
Yang dimaksud ruang penanggah adalah ruang Telo dan ruang dapur. Ruang telo berfungsi menghubungkan rumah induk dengan dapur.



        Ornamentasi / Ragam Hias
Corak atau ornamen yang digunakan pada rumah adat ini bersumber dari alam, yakni flora dan fauna. Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada hal-hal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan.

Secara umum corak-corak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.      Flora
Hiasan yang menstilasi tumbuh-tumbuhan banyak digunakan. secara umum, penggunaan stilisasi tumbuh-tumbuhan dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok, yaitu : kelompok kaluk pakis, kelompok bunga-bungaan dan kelompok pucuk rebung.
         Kelompok keluk pakis memiliki dua motif utama, yaitu motif daun-daunan dan motif akar-akaran. Hiasan berbentuk daun meliputi motif daun susun, daun tunggal dan daun bersangit. Sedangkan hiasan berbentuk akar-akaran meliputi motif akar pakis, akar rotan, dan akar tunjang.



         Kelompok bunga-bungaan meliputi stilisasi bunga Kundur, bunga Melati, bunga mangga, bunga cengkeh, bunga melur, bunga cina dan bunga hutan.



         Kelompok pucuk rebung meliputi pucuk rebung dan sulo lalang.


Adapun warna-warna yang sering digunakan sebagai pewarna motif tumhan adalah :
         Warna hijau digunakan untuk mewarnai motif daun
         Warna putih, kuning, merah atau cat emas digunakakan untuk mewarnai motif bunga
         Warna hiju dan biru digunakan untuk mewarnai motif tangkai.

a.      Fauna
Ukiran yang menggunakan bentuk hewan dalam rumah Belah Bubung sangat sedikit jumlahnya. Adapun hewan yang dipilih adalah hewan yang dianggap baik oleh masyarakat, misalnya semut beriring, itik sekawan dan lebah bergantung. Namun demikian penggambaran detail dari hewan-hewan tersebut tidak jelas.

Dinamakan motif semut beriring karena bentuknya dianggap seperti semut beriring. Corak semut dipakai walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriring karena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Dinamakan itik sekawan karena berjalan bergerombol. Dinamakan lebah bergantung karena bentuknya seperti lebah bergantung, dan digunakan karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Penggunaan warna ditentukan oleh selera yang punya rumah.






a.      Alam
Motif alam yang sering digunakan adalah motif bintang-bintang dan awan larat. Warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran bintang-bintang pada umumnya adalah warna putih, kunin dan keemasan. Sedangkan warna yang digunakan untuk mewarnai awan larat adalah warna hijau, biru, merah, kuning dan putih.
  



a.      Kaligrafi dan Kalimah
Motif kaligrafi atau kalimah merupakan ukiran yang berasal dari ayat-ayat al-Quran merupakan bentuk ukiran yang merefleksikan kepercayaan atau agama masyarakat Kepulauan Riau, yaitu Islam. Warna yang digunakan untuk mewarnai ukiran kaligrap atau kalimah adalah warna Putih, biru, hijau, kuning, keemasan atau perak.

b.      Motif Lain
Hiasan lain yang biasa digunakan adalah Selembayung yang diletakkan di puncak atap, Sayap Layang-Layang yang diletakan pada ujung kaki cucuran, Pinang-Pinang atau Gasing-Gasing, Papan Tebuk dan Balam Dua Selengek atau ukiran berbentuk burung Balam. Warna yang biasa digunakan adalah warna Putih sebagai tanda kesucian, warna merah sebagai tanda persaudaraan dan keberanian, warna kuning sebagai lambing kekuasaan, warna biru sebagai lambing kekuasaan di laut, warna hijau menlambangkan kesuburan dan kemakmuran, warna hitam melambangkan keperkasaan, warna keemasan sebagai lambang kekuasaan dan kejayaan.

Rumah bubung melayu ini biasanya dihiasi dengan ukiran-ukiran : Puncak atapnya dihiasi ukiran selembayung  dan  ujung cucuran atap dihiasi ukiran sayap layang-layang. Ukiran lebah bergantung menghiasi lesplank, akar paku mengisi bidang-bidang kosong, kisi-kisi dihiasi ukiran papan tebuk bermotif itik sekawan, bunga-bunga maupun ukiran larik.

 Konsep Simbolik
a.      Tata Ruang Rumah
Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan. Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti ruang-ruang pada Rumah Induk, dan ruang publik, seperti Selsar dan Penanggah, merupakan usaha untuk menanamkan dan manjaga nilai kesopanan, etika bermasyarakat.

b.      Ornamen
Penggunaan ragam hias berkaitan dengan beragam warnanya tidak saja mengandung nilai estetika (keindahan) tetapi juga nilai etis, moral, sosial dan religius. Ukiran Daun Bersusun melambangkan kasih sayang, ukiran Daun Bersanggit melambangkan kehidupan bermasyarakat, ukiran Akar Pakis melambangkan kehidupan keyakinan bahwa semuanya akan kembali pada yang Satu, ukiran Akar Rotan melambangkan kehidupan yang harus terus berkembang, dan ukiran Akar Tunjang melambangkan tempat berpijak. Ukiran berbentuk fauna melambangkan hidup bergotong royong, ketertiban umum dan sebagainya. Penggunaan ukiran dari ayat-ayat al-Quran tidak saja untuk hiasan tetapi juga sebagai azimat, yaitu agar terhindar dari gangguan makhluk halus dan sebagainya.
           
 Bahan Bangunan yang Digunakan
Bahan bangunan yang digunakan pada rumah adalah :

Tiang
Kayu Kulim, Kaling, Resak, Tembusu

Lantai
Papan kayu Meranti, Medang, dan Punak

Dinding
Kayu Punak, Meranti, Medang, Kulim

Dinding Dapur
Kulit kayu Meranti/Pelepah Kumbia/Bambu

Pintu
Kayu Surian, Punak, Tembusu

Atap
Susunan daun Nipah/duan Rumbia

Penyatu tiang-tiang kayu
Pasak dari Nibung

Pengikat atap rumah
Rotan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar